11 - وَعَنْ ابْنِ عُمَرَ - رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمَا - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -
«أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ. فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ: فَالْجَرَادُ
وَالْحُوتُ، وَأَمَّا الدَّمَانِ: فَالطِّحَالُ وَالْكَبِدُ» أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ،
وَابْنُ مَاجَهْ، وَفِيهِ ضَعْفٌ.
11. Dari Ibnu Umar RA, Rasulullah SAW bersabda:
“Dihalalkan bagi kami dua bangkai dan dua darah. Adapun dua bangkai yaitu
belalang dan ikan, dan dua darah yaitu limpa dan hati.” (HR. Ahmad dan Ibnu
Majah dan padanya terdapat kelemahan)
[Shahih: Shahih Al Jami'
210]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل
السلام]
Penjelasan Kalimat
“Dihalalkan bagi kami dua bangkai
(yakni setelah diharamkan sebagaimana yang termaktub dalam ayat)
dan dua darah Adapun dua bangkai yaitu belalang
(yakni bangkainya) dan ikan (yakni bangkainya), dan dua darah yaitu limpa dan hati.”
HR. Ahmad dan Ibnu Majah dan padanya terdapat kelemahan,
karena diriwayatkan oleh Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dari ayahnya dari Ibnu
Umar. Ahmad berkata, “haditsnya munkar.” Ia menshahihkannya secara mauquf,
sebagaimana dikatakan oleh Abu Zur’ah dan Abu Hatim. jika telah jelas
mauquf, maka ia memiliki hukum sama dengan marfu. Karena ucapan
shahabat ‘dihalalkan bagi kami begini..’ atau ‘diharamkan bagi kami begini...’
seperti ucapan ‘Kami diperintahkan...’ atau ‘Kami dilarang...’, maka dapat
dijadikan hujjah.
Tafsir Hadits
Hadits tersebut menunjukkan halalnya belalang dalam kondisi
bagaimanapun didapatkan. Maka tidak perlu dipertimbangkan sedikit pun, baik mati
secara normal (alami) maupun mati karena sebab tertentu.
Hadits tersebut juga merupakan bantahan bagi yang
mensyaratkan kematiannya dengan sebab manusia, atau dengan memotong kepalanya,
dan jika tidak karena sebab ini maka diharamkan. Demikian pula menunjukkan atas
halalnya bangkai ikan dalam kondisi bagaimanapun didapatkan, baik dalam keadaan
mengapung ataupun tidak berdasarkan hadits ini dan juga hadits ‘Halal
bangkainya.’
Ada yang berpendapat bahwa bangkai ikan tidak halal kecuali
yang mati dengan sebab manusia, surutnya air, melemparnya atau karena masuk ke
dalam tanah, sedang yang mengapung tidak halal, berdasarkan hadits:
«مَا أَلْقَاهُ الْبَحْرُ أَوْ جَزَرَ عَنْهُ
فَكُلُوا، وَمَا مَاتَ فِيهِ فَطَفَا فَلَا تَأْكُلُوهُ»
“Apa yang terdapat di laut atau yang dipotong maka
makanlah, dan yang mati di dalamnya lalu mengapung maka janganlah kamu
memakannya.” (HR. Ahmad dan Abu Daud dari Jabir)
[Dhaif: Dhaif Al Jami
5019]
Hadits ini khusus dan mengkhususkan keumuman dua hadits
terdahulu. Hal ini dapat dijawab bahwa hadits ini dhaif menurut kesepakatan para
imam hadits.
An Nawawi berkata, “Hadits Jabir ini dhaif menurut
kesepakatan para imam hadits, tidak boleh dijadikan hujjah jika tidak ditentang
hadits lain, namun hadits ini ditentang oleh hadits lain, sehingga tidak dapat
mengkhususkan hadits yang umum. Karena Nabi SAW makan sejenis ikan paus yang
didapat oleh salah seorang pasukan di laut, dan beliau tidak bertanya sebab
kematiannya. Kisah ini sangat terkenal dalam buku-buku hadits dan sejarah.”
Hati hewan hukumnya halal menurut ijma, begitu juga
dengan limpa. Tetapi dalam Al Bahr Dijelaskan bahwa limpa hukumnya makruh
berdasarkan hadits Ali RA. Akan tetapi hadits ini tidak diketahui siapa yang
meriwayatkannya dari Ali.
«إنَّهُ لُقْمَةُ الشَّيْطَانِ»
Bahwa limpa adalah suapan setan,
[HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushanaf
5/126] *
artinya ia gembira dengan memakannya.
_____________
* yakni no 24370 pada maktabah syamilah dengan
menyertakan sanad yaitu:
حَدَّثَنَا أَبُو
بَكْرٍ قَالَ: حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، عَنْ إِسْرَائِيلَ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنِ
الْحَارِثِ، عَنْ عَلِيٍّ، قَالَ: «الطِّحَالُ لُقْمَةُ الشَّيْطَانِ»
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar, ia
berkata, Waqi menceritakan pada kami, dari Isra’il dari Abu Ishaq, dari Al
Harits, dari Ali, Ia berkata: ‘limpa adalah suapan setan.’
Jadi pernyataan pensyarah (yakni Ash-shan’ani,
‘hadits ini tidak diketahui siapa yang meriwayatkannya dari Ali’ adalah tidak
benar, karena Ibnu Abi Syaibah telah meriwayatkannya dengan sanad yang jelas,
walau sanadnya mungkin perlu diteliti kembali. (ebook editor).
Derajat Hadits:
Hadits ini shohih secara mauquf. Adapun perkataan penulis
(Ibnu Hajar), “di dalamnya ada kedho’ifan” karena berasal dari riwayat
Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dari Bapaknya dari Ibnu Umar. Imam Ahmad
mengatakan, “Ia adalah seorang munkarul hadits”. Abu Zar’ah dan Abu Hatim
berkata, “hadits ini mauquf, dishohihkan secara marfu’ setiap yang diriwayatkan
oleh Ad Daruquthni, Hakim, Al Baihaqi, dan Ibnul Qoyyim”. Ash Shon’ani berkata,
“Jika telah ditetapkah hadits ini mauquf, maka hadits ini berhukum marfu’,
karena perkataan shahabat “Dihalalkan bagi kami” dan “Diharamkan bagi kami”, ini
seperti perkataan, “kami diperintah” dan “kami dilarang”, maka sudah bisa
dijadikan hujjah. Inilah yang dinyatakan oleh Al Hafidz Ibnu Hajar sebelumnya di
At Talkhisul Khobir.
Faedah Hadits
Faedah Hadits
-
Haramnya darah yang mengalir, diambil dari kebolehan dua darah yang disebutkan di dalam hadits tersebut. Pengecualian halalnya sebagian tertentu menjadi dalil tentang keharaman selainnya
-
Haramnya bangkai, yaitu hewan yang mati begitu saja atau disembelih tidak dengan cara yang sesuai dengan syari’at
-
Ati dan limpa itu halal dan suci
-
Bangkai belalang dan ikan juga halal dan suci
Makna bangkai belalang adalah belalang yang mati bukan akibat ulah manusia, melainkan mati begitu saja dengan sebab-sebab kematian seperti kedinginan, hanyut, atau yang lainnya.
Adapun yang mati dengan sebab racun maka bangkai tersebut diharamkan karena di dalamnya terkandung racun yang mematikan yang diharamkan. Demikian juga bangkai ikan adalah ikan yang mati bukan akibat perbuatan manusia, melainkan yang mati begitu saja, baik dengan sebab hanyut oleh ombak atau keringnya air sungai, atau karena suatu musibah yang bukan akibat ulah manusia. Maksudnya adalah bahwa jika ditemukan telah menjadi bangkai dengan cara apa saja, maka ia halal dan suci. Adapun yang mati dengan sebab oleh sesuatu yang disebut dengan pencemaran air laut dengan bahan beracun atau hal-hal yang mematikan, maka ini diharamkan, bukan karena substansi bangkai ikannya akan tetapi karena racun dari zat-zat yang berbahaya atau yang mematikan tersebut. -
Hadits ini menjadi dalil bahwa jika ikan dan belalang mati di air, maka air tersebut tidak ternajisi, baik air tersebut banyak maupun sedikit, sekalipun rasanya, warnanya, dan baunya berubah, maka perubahan tersebut bukan dengan sesuatu yang najis, akan tetapi perubahan itu dengan sesuatu yang suci. Inilah konteks kesesuaian hadits ini di dalam Bab Air. Dani Hidayat - rabbany1981@gmail.com
0 comments: