MUQODDIMAH
Masyarakat
Indonesia mengenal berbagai jenis hantu (makhluk spiritual) sehingga banyak
istilah yang muncul untuknya. Misalnya: kuntilanak, sundel bolong, tuyul,
pocong, genderuwo, siluman dan masih banyak lagi lainnya.
Pembahasan
tentang hantu merupakan pembahasan yang penting karena berhubungan erat dengan
aqidah. Namun, pembahasan ini cukup jarang yang mengupasnya terlebih pembahasan
yang berlandaskan dalil. Oleh karenanya, kami merasa perlu untuk membahasnya
sebab banyaknya kerancuan seputar masalah ini, bahkan ada anggapan sebagian
kalangan bahwa Islam tidak membahas tentangnya, bahkan ada yang melampaui batas
sehingga menganggap bahwa hantu adalah salah satu Tuhan(!). Maha Suci Allah
سبحانه و تعالى dari ucapan mereka.1
Nah,
tulisan ini akan lebih difokuskan pada hadits-hadits Nabi صلى الله عليه وسلم yang membicarakan tentang "hantu" karena dalam sebagian hadits
ada penjelasan tentang adanya hantu tetapi dalam hadits lain ada penjelasan
bahwa hantu itu tidak ada. Lantas, bagaimana cara mengkompromikannya?!!
1.
Para
ulama telah menulis secara khusus tentang masalah "hantu" seperti Muhammad bin
Ahmad bin Thulun ash-Shalihi (wafat 953 H) dalam bukunya Bughyatus Sul fi Ma
Warada fil Ghul sebagaimana dalam al-Fuluk al-Maskhun fi Ahwali Muhammad
bin Thulun hlm. 30 dan at-Tadzkirah at-Taimuriyyah hlm. 292. Dan pada
zaman sekarang, Syaikhuna Masyhur bin Hasan alu Salman telah menulis buku
berjudul al-Ghul Bainal Hadits
Nabawi wal Mauruts Sya'bi cet. Dar Ibnul Qayyim, KSA, cet. pertama, 1409 H.
Dan dalam pembahasan ini, kami banyak mengambil manfaat dari buku beliau
tersebut beserta nukilan-nukilannya. Perhatikanlah!!
TEKS
HADITS
عَنْ جَابِرٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: لَاعَدْوَى وَلَا
طِيَرَةَ وَلَا غُولَ
Dari
Jabir رضي الله عنه berkata, "Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, 'Tidak ada penyakit menular, thiyarah (merasa sial),
dan Ghul
(hantu)."
SHAHIH.
Diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahih-nya no. 2222, Ibnu Jarir ath-Thabari dalam
Tahdzibul Atsar no. 25, Ali bin Ja'ad dalam Musnad-nya no. 2693,
al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah no. 3251, Ahmad dalam Musnad-nya
3/293, Ibnu Abi Ashirn dalam as-Sunnah no. 281, ath-Thahawi dalam
Musykilul Atsar 1/340 seluruhnya dari jalur Abu Zubair dari
Jabir.
Dan
riwayat Abu Zubair dari Jabir adalah lemah, sebab Abu Zubair adalah seorang
mudallis (menyembunyikan cacat) dan dia meriwayatkan dengan lafazh 'an (dari).
Namun, hadits iru shahih karena dalam jalur lain telah ditegaskan bahwa Abu
Zubair mendengar langsung dari Jabir, sebagaimana dalam jalur Ibnu Juraij dalam
riwayat Ibnu Jarir dalam Tahdzibul Atsar no. 26, ath-Thahawi dalam
Musykilul Atsar 1/340, Ibnu Abi Ashim dalam as-Sunnah no. 268,
Ibnu Hibban dalam Shahih-nya no. 6095.
Hadits
ini sangat jelas menunjukkan penafian (peniadaan) adanya Ghul. Apa yang dimaksud dengan Ghul? Berikut ini ungkapan beberapa
ucapan ulama dan ahli bahasa tentangnya:
·
Ibnu
Duraid berkata, "Ghul menurut orang
Arab adalah tukang sihir dari kalangan setan dan jin. Inilah pendapat
al-Ashma'i."1
·
Ibnul
Manzhur berkata, "Ghul adalah
penyihir dari jin."2
·
Ibnu
Katsir berkata, "Ghul dalam bahasa
Arab artinya jin yang tampak di malam hari."3
·
Al-Jahidz
berkata, "Ghul adalah ungkapan untuk
jin yang mengganggu orang yang bepergian dan menjelma dalam beberapa bentuk,
baik berjenis pria atau wanita."4
Dari
sini dapat kita ketahui bahwa hantu (Ghul) bukanlah arwah gentayangan atau
orang mati yang bisa hidup kembali arwahnya untuk balas dendam, karena semua itu
adalah khurafat yang batil, sejenis dengan reinkarnasi yang merupakan aqidah
orang-orang kafir yang dibatalkan oleh Islam.
1.
Jamharatul
Lughah
3/150
2.
Lisanul
'Arab
11/510
3.
Tafsir
al-Qur'anil 'Azhim
1/313
4.
Al-Hayawan
6/442
SEKILAS
BERTENTANGAN
Hadits
di atas menunjukkan bahwa hantu itu tidak ada, namun dalam hadits lainnya Nabi
صلى الله عليه وسلم menetapkan adanya hantu, diantaranya adalah hadits Abu Ayyub
رضي الله عنه sebagai berikut:
عن أبي أيوب الأنصاري : أَنَّهُ كَانَتْ لَهُ سَهْوَةٌ فِيهًا تَـمْرٌ،
فَكَانَتْ تَـجْئُ الْغُولُ، فَتَأْخُذُ مِنْهُ، قَالَ: فَشَكَا ذَلِكَ إِلَى
النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قال: فَاذْهَبْ، فَإِذَا رَأَيتَهَا فَقَلَ: بِسْمِ اللهِ أَجِيْبِـي رسول الله صلى الله عليه
وسلم قال: فَأَخَذَهَا، فَحَلَفَتْ أَنْ لَا تَعُودَ، فَأَرْسَلَها، فَجَاءَ
إِلَى رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال: مَا فَعَلَ أَسِيْرُكَ: قَالَ: حَلَفَتْ
أَنْ لَا تَعُودَ، فَقَالَ: كَذَبْتُ، وَهِيَ مُعَاوِدَةٌ لِلْكَذِبِ، قال:
فَأَخَذَهَا مَرَّةً أُخْرَى، فَحَلَفَتْ أَنْ لَا تَعُودَ، فَأَرْسَلَها، فَجَاءَ
إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فقال: مَا فَعَلَ أَسِيْرُكَ: قَالَ: حَلَفَتْ
أَنْ لَا تَعُودَ، فَقَالَ: كَذَبْتُ، وَهِيَ مُعَاوِدَةٌ لِلْكَذِبِ، فَأَخَذَهَا،
فقال: مَا أَنَا بِتَارِكِكِ، حَتَّى أَذْهَبَ بِكَ إِلَى النبي صلى الله عليه
وسلم، فَقَالَتْ: إِنِّـي ذَاكِرَةٌ لَكَ شَيْئًا آيَةَ الْكُرْسٍيِّ، اِقْرَأْهَا
فِي بَيْتِكَ، فَلَا يَقْرَبُكَ شَيْطَانٌ، وَلَا غَيْرٌهٌ، قال: فَجَاءَ إِلَى
النبي صلى الله عليه وسلم فقال: مَا فَعَلَ أَسِيْرُكَ: قَالَ: فَأَخْبَـرَهُ
بِـمَا قَالَتْ، قَالَ: صَدَقْتُ وَهِيَ كَذُوبٌ
Dari
Abu Ayyub رضي الله عنه bercerita bahwa dirinya memiliki sebuah rak/lemari kecil, lalu
hantu datang seraya mengambil (baca: mencuri) isinya. Akhirnya beliau
mengeluhkan hal itu kepada Nabi صلى الله عليه وسلم, maka Nabi صلى الله عليه وسلم berkata kepadanya, "Apabila kamu melihatnya maka katakanlah:
'Dengan nama Allah, penuhilah Rasulullah.'" Ketika hantu itu datang lagi,
maka Abu Ayyub mengatakan seperti yang dipesankan Nabi صلى الله عليه وسلم seraya menangkapnya, tetapi hantu itu mengatakan, "Saya berjanji
tidak akan datang lagi kemari." Mendengarnya, Abu Ayyub melepaskannya. Ketika
dia bertemu dengan Nabi صلى الله عليه وسلم maka Nabi bertanya kepadanya, "Apa yang diperbuat oleh
tawananmu?" Abu Ayyub menjawab, "Saya menangkapnya tetapi dia berjanji padaku
untuk tidak kembali lagi sehingga saya lepaskan lagi." Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda, "Dia akan kembali lagi." (Kata Abu Ayyub:) Saya telah
menangkapnya dua atau tiga kali tetapi dia selalu berjanji padaku untuk tidak
kembali lagi. Suatu saat ketika saya menangkapnya, dia mengatakan padaku,
"Lepaskanlah aku dan saya akan mengajarkan kepadamu sebuah ucapan yang jika
engkau membacanya niscaya engkau tidak diganggu oleh setan yaitu bacaan Ayat
Kursi." Abu Ayyub lalu datang kepada Nabi seraya mengabarkan omongan hantu
tersebut, lalu Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda, "Dia benar dalam hal ini, padahal dia adalah
pembohong."1
SHAHIH.
Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi no. 2880, Ibnu Abi Syaibah dalam
al-Mushannaf 10/397-398, ath-Thabarani dalam al-Mu'jam al- Kabir
no. 4011, Abu Nu'aim dalam Daldil Nubuwwah hlm. 526, al-Hakim dalam
al-Mustadrak 3/459, ath-Thahawi dalam Musykilul Atsar
5/423.
Hadits
ini memiliki banyak jalur dan penguat dari hadits Ka'ab bin Malik, Abu Hurairah,
Muadz bin Jabal, Buraidah, Abu Usaid as- Sa'idi, dan sebagainya رضي الله عنهم. Oleh karenanya, Imam Hakim رحمه الله berkata, "Hadits-hadits ini apabila kumpulkan maka menjadi
hadits yang masyhur." Dan Imam Dzahabi رحمه الله berkata mengomentari hadits di atas, "Ini adalah jalur hadits
ini yang paling bagus." Dan dishahihkan Syaikh Albani رحمه الله dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi no.
2880.
Hadits
ini dan hadits-hadits lainnya menunjukkan tentang adanya hantu.2
Hal ini di-perkuat oleh ucapan sebagian ulama bahwa banyak para sahabat
yang melihat hantu, di antaranya adalah Umar bin Khaththab رضي الله عنه.3 Imam Qurthubi
رحمه الله juga berkata, "Mayoritas orang Arab banyak bercerita dan mengaku
bahwa mereka pernah melihat hantu."4
Dan
dalam hadits ini terdapat faedah lainnya yaitu mungkinnya seorang untuk melihat
jin dan hantu tetapi bukan dengan bentuk asli mereka dan bahwasanya hantu bisa
berubah-rubah wujudnya5 karena mereka adalah tukang sihir dari
kalangan jin sebagaimana kata Umar bin Khaththab رضي الله عنه 'Tidak ada seorang pun yang bisa berubah dari wujud asli ciptaan
Allah, tetapi pada mereka (jin) terdapat tukang sihir seperti pada kalian
(manusia). Karena itu, jika kalian melihat hantu maka kumandangkan
adzan."6
Al-Hafizh
Ibnu Hajar رحمه الله berkata, "Banyak sekali hadits yang menunjukkan bahwa mereka
bisa berubah wujud. Ahli kalam berselisih tentang hal itu. Ada yang berpendapat
bahwa itu hanya fiktif/khayalan belaka dan tidak ada yang bisa berubah wujud.
Dan ada yang berpendapat bahwa mereka bisa berubah wujud tetapi bukan dengan
kemampuan mereka namun dengan melakukan ritual-ritual seperti
sihir."7
1.
Teks arab hadits kami ambil dari Terjemah Shahih Tirmidzi.
Ibnu
Majjah
2.
Sebagaimana
dikatakan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 4/489, al-Baihaqi
dalam Dalail Nubuwwah 7/121, Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya 1/314
dan al-Mubarokfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi 8/185.
3. Seperti
diceritakan oleh al-Qazwini dalam 'Ajaibul Makhluqat 2/176-177, ad-Damiri
dalam Hayatul
Hayawan al-Kubra
2/196, al-Mas'udi dalam Muruj Dzahab 2/169
4.
Lihat
Tafsir al-Qurthubi 15/87.
5.
Oleh
karena itu, dari berbagai riwayat hadits Abu Ayyub رضي الله عنه bahwa hantu itu berwujud seekor kucing lalu berubah menjadi
nenek tua. Dalam hadits Ubai bin Ka'ab رضي الله عنه hantu itu berwujud bocah kecil bertangan dan berambut anjing.
Dalam hadits Mu'adz رضي الله عنه hantu itu berwujud gajah.
6.
Shahih.
Dikeluarkan oleh Abdurrazzaq dalam al-Mushannaf 5/162, Ibnu Abi Syaibah
dalam al-Mushannaf 10/397, Ibnu Hazm dalam al-Fishal 5/5.
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Fat-hul
Bari
(6/344), "Sanadnya shahih."
7.
Fat-hul
Bari
6/344
MENGURAI
BENANG KUSUT
Bila
kita cermati dua hadits di atas, sekilas nampak ada kontradiksi, sebab di satu
sisi Nabi صلى الله عليه وسلم meniadakan adanya Ghul (hantu), tetapi di sisi lain beliau
juga menetapkan wujudnya. Oleh karena itu, para ulama berusaha untuk menjelaskan
duduk permasalahan tersebut dan pendapat mereka terpolar menjadi tiga
pendapat:
Pendapat
pertama:
Hantu itu tidak ada wujudnya
Mereka
mengatakan: Hantu hanyalah untuk meriakuti-nakuti
saja tetapi sebenarnya wujud mereka tidak pernah ada. Di antara yang berpendapat
demikian adalah al-Mabrid, Abdurrahman al-Maidani, dan Syaikh Muhammad Rasyid
Ridha beliau mengatakan, "Pendapat yang kuat dan masuk akal bahwa hantu itu
hanyalah fiktif dan khayalan belaka yang tidak ada faktanya. Bisa jadi orang
yang melihatnya karena melihat hewan yang aneh seperti kera."1
Namun,
pendapat ini lemah sebab bertentangan dengan hadits Abu Ayyub رضي الله عنه dan atsar Umar bin Khaththab رضي الله عنه di atas.
1.
Tafsir
al-Manar
7/526. Lihat pula al-Hayawan 6/472 oleh ad-Damiri,
Dhawabith
al-Ma'rifah wa Ushul Istidlal
wal Munazharah
hlm.
31 oleh Abdurrahman al-Maidani, dan Bulughul
'Arab 2/348 oleh al-Alusi.
Pendapat
kedua:
Hantu pernah ada kemudian sudah tidak ada lagi
Pendapat
ini dikuatkan oleh Imam Thahawi رحمه الله, beliau mengatakan setelah membawakan hadits Abu Ayyub
رضي الله عنه, "Dalam hadits ini Nabi صلى الله عليه وسلم menetapkan adanya hantu, namun dalam hadits-hadits sebelumnya
Nabi صلى الله عليه وسلم meniadakannya. Mungkin seorang akan mengatakan bahwa ini adalah
kontradiksi antara hadits Nabi صلى الله عليه وسلم. Kita jawab: Tidak ada kontradiksi antara keduanya karena bisa
jadi hantu memang ditetapkan dalam hadits Abu Ayyub namun setelah itu diangkat
oleh Allah sebagaimana dalam hadits Jabir Inilah metode yang paling baik untuk
mengkompromikan antara hadits-hadits ini."1 Pendapat ini juga dikuatkan oleh Ibnu
Malik.2
Namun,
pendapat ini juga lemah karena tidak ada dalil yang jelas akan adanya nasikh
mansukh (ada yang menghapus dan dihapus).
1. Musykilul
Atsar
1/342 dan dinukil oleh al-Ubai dalam Ikmalu Ikmalil Mu'lim Syarh Shahih
Muslim 6/40.
2. Mabariqul
Azhar
1/238
Pendapat
ketiga:
Pendapat yang kuat
Mayoritas
ulama mengatakan bahwa maksud Nabi صلى الله عليه وسلم "Tidak ada Ghul"
bukan berarti tidak ada wujud hantu, tetapi maksud Nabi صلى الله عليه وسلم adalah meniadakan kepercayaan dan khurafat yang beredar di masa
jahiliah (hingga sekarang) -bahwa hantu makan manusia, menyesatkan manusia di
jalan, bebas menjelma seenaknya, dan sebagainya.
Pendapat
ini adalah pendapat yang lebih kuat
ditinjau dari beberapa alasan sebagai berikut:
1. Tidak
terbukti secara syar'i, akal, dan fakta bahwa hantu memakan manusia, penampakan
di lembah-lembah seperti khurafat-khurafat yang beredar.
2. Nabi صلى الله عليه وسلم mengiringkan peniadaan hantu dengan peniadaan penyakit menular,
bulan Shafar, dan thiyarah (merasa sial) padahal Nabi صلى الله عليه وسلم juga menetapkan adanya penyakit menular, sehingga para ulama
menjelaskan bahwa maksud ucapan Nabi صلى الله عليه وسلم bahwa tidak ada penyakit menular yakni keyakinan jahiliah bahwa
penyakit itu menular dengan sendirinya, bukan berarti tidak ada penyakit menular
sama sekali.1
Ibnu
Jarir ath-Thabari رحمه الله mengatakan, "'Dalam sabda Nabi صلى الله عليه وسلم 'Tidak ada Ghul/hantu' terdapat penjelasan bahwa
Nabi صلى الله عليه وسلم membatalkan kepercayaan jahiliah tentang hantu bahwa mereka bisa
menolak bahaya dan memberikan manfaat tanpa campur tangan Allah سبحانه و تعالى. Oleh karena itu, Nabi صلى الله عليه وسلم mengiringkannya dengan kepercayaan bangsa Arab lainnya bahwa
hal-hal tersebut bisa membahayakan dan bermanfaat dengan sendirinya seperti
penyakit menular, bulan Shafar, dan thiyarah."2
3. Imam Nawawi رحمه الله berkata, "Mayoritas ulama mengatakan, 'Bangsa Arab berkeyakinan
bahwa hantu dari jenis setan di lembah-lembah bisa menjelma dengan berbagai
bentuk lalu menyesatkan jalan mereka lalu membinasakan mereka. Oleh karenanya,
Nabi صلى الله عليه وسلم membatalkan hal itu. Ulama lainnya mengatakan, 'Maksud hadits
ini bukanlah peniadaan wujudnya hantu, melainkan maksudnya adalah membatalkan
keyakinan orang Arab bahwa hantu bisa menjelma dalam berbagai bentuk lalu
menyesatkan manusia."3
4.
Dalam beberapa hadits dari Abu Ayyub
رضي الله عنه, Ubai bin Ka'ab رضي الله عنه, dan sebagainya ditunjukkan bahwa maksud peniadaan dari hantu
adalah bukan peniadaan wujud mereka, melainkan keyakinan orang Arab tentang
hantu. As-Suhaili berkata, "Makna 'Tidak ada Ghul/hantu' adalah Nabi صلى الله عليه وسلم membatalkan keyakinan jahiliah seputar dongeng-dongeng dan
khurafat tentang hantu."4
Al-Baghawi juga berkata, "Sabda Nabi صلى الله عليه وسلم 'Tidak ada Ghul/hantu' bukanlah berarti tidak ada
wujud hantu, melainkan maksudnya adalah tidak ada kepercayaan Arab yang
mengatakan bahwa hantu bisa menjelma kepada manusia dengan berbagai bentuk lalu
menyesatkan mereka dan membinasakan mereka. Syari'at mengabarkan bahwa hantu
tidak mungkin bisa melakukan semua itu berupa penyesatan dan kebinasaan kecuali
dengan izin Allah."5
1. Lihat
secara luas tentang masalah penyakit menular dalam tulisan kami "Penyakit
menular antara ilmu hadits dan ilmu medis" di www.abiubaidah.com
2.
Tahdzibul
Atsar
1/36-37. Lihat pula Ikmalu
Ikmalil Mu'lim
6/40-41 oleh al-Ubai, Faidhul Qadir 6/434 oleh
al-Munawi.
3.
Syarh
Shahih Muslim
14/216
4. Ar-Raudh
al-Anif
7/295,296.
Lihat pula Khizdnatul Adab 11/314 oleh al-Baghdadi, al-Fathur
Rabbani
17/194 oleh as-Sa'ati.
5. Syarhus
Sunnah
12/173
BENTENG
DIRI DARI GANGGUAN HANTU
Syari'at
Islam telah sempurna, tidak ada suatu kebajikan apa pun kecuali telah dijelaskan
dan tidak ada suatu keburukan pun kecuali telah diperingatkan. Di antara hal
yang dijelaskan oleh Islam adalah kiat-kiat agar terhindar dari gangguan hantu.
Bagaimana caranya? Ikutilah petunjuk berikut:
1. Membaca nama Allah
Dalam
hadits Abu Ayyub di atas dikisahkan bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:
فَقَلْ بِسْمِ اللهِ أَجِـيْبـِى رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه
وسلم
"Katakanlah bismillah (dengan nama Allah), penuhilah Rasulullah
صلى الله عليه وسلم"
2. Membaca Ayat Kursi
Dalam
hadits Abu Ayyub صلى الله عليه وسلم di atas juga disebutkan bahwa hantu yang ditangkapnya mengatakan
pada Abu Ayyub "Lepaskanlah aku dan saya akan mengajarkan kepadamu sebuah ucapan
yang jika engkau membacanya niscaya engkau tidak diganggu oleh setan yaitu
bacaan Ayat Kursi." Abu Ayyub lalu datang kepada Nabi seraya mengatakan omongan
hantu tersebut, lalu Nabi صلى الله عليه وسلم bersaba: Dia benar dalam hal ini, padahal dia adalah
pembohong.
3.
Berdzikir dan melakukan ketaatan
Hal
ini berdasarkan sabda Nabi
صلى الله عليه وسلم:
لَا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِر، إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنَ
الْبَـيْتِ الَّذي تُقْرأُ فِيهِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ
"Jangan
jadikan rumah kalian seperti kuburan. Sesungguhnya setan lari dari rumah yang
dibacakan di dalamnya Surat al-Baqarah." (HR. Muslim:
1860)
At-Turkumani
صلى الله عليه وسلم pernah bercerita bahwa salah seorang gurunya sering diganggu
oleh hantu ketika malam hari sehingga melempari batu dan membuat penghuni rumah
takut, lalu beliau dan rekannya pergi ke rumah sang guru dan membaca Surat
al-Baqarah secara sempurna kemudian berdoa. Setelah itu, rumah tersebut tidak
lagi diganggu oleh hantu. Semua itu adalah karena keberkahan
al-Our'an.1
4. Menghilangkan rasa takut terhadap
hantu
Inilah
wasiat Umar bin Khaththab رضي الله عنه tatkala mengatakan, "Buatlah hantu takut kepada kalian sebelum
mereka membuat kalian takut."2
5. Tidak bergadang larut
malam
Hal
ini berdasarkan hadits:
إِيَّاكَ وَالسَّمَرَ بَعْدَ هَدْأَةِ اللَّيْلِ، فَإِنَّكُمْ لَا
تَدْرُوْنَ مَايَاْتِي اللهُ مِنْ خَـلْقِهِ
“Janganlah
kalian bergadang ketika malam sudah sunyi/hening, karena kalian tidak tahu apa
yang Allah datangkan dari makhluk-Nya."3
6. Mengumandangkan adzan
Ada
beberapa hadits yang lemah tentang masalah ini, tetapi ada hadits yag shahih
yang dijadikan dasar oleh ulama dalam masalah ini yaitu:
إِذَ أَذَّنَ الْـمُؤَذِّنُ أَدْبَرَ الـشَّيْطَنُ وَلَهُ
حُصَاصٌ
“Sesungguhnya apabila muadzin mengumandangkan
adzan maka setan akan lari dengan terkentut-kentut."4
Abu Awanah mengatakan setelah meriwayatkan hadits ini, “Dalam hadits
ini terdapat dalil bahwa seorang apabila merasa ada hantu atau mendapati orang
yang kesurupan lalu dia adzan maka setan akan lari darinya.” Dan ini juga
didukung oleh atsar Umar bin Khattab رضي الله عنه yang lalu, karena atsar tersebut adalah shahih,
dan sekalipun hanya sampai kepada Umar (mauquf) namun hukumnya marfu’ (sampai
kepada Nabi صلى الله عليه وسلم)
Demikianlah pembahasan singkat tentang hantu. Kita berdo’a kepada
Alloh عزّوجلّ agar menjaga kita semua dari godaan setan yang
terkutuk dan memberikan kita semua kebahagiaan dan ketenteraman di dunia dan
akhirat. Amin ya Rabbal alamin.
1. Lihat
al-Luma'
fil
Hawâdits wal Bidâ'
hlm. 436-437
2.
Hasan.
Dikeluarkan oleh Abdurrazzaq dalam al-Mushannaf. 9250, Abu Ubaid dalam
Gharibul Hadits
3/325 dan dihasankan oleh Syaikhuna Masyhur bin Hasan Salman dalam kitabnya
al-Ghûl hlm. 116. Dan lihat makna atsar ini dalam an-Nihâyah fi
Gharîbil Hadîts 2/6 oleh Ibnul Atsir, Gharîbul Hadîts 1/210-211 oleh
al-Khaththabi, al-Fâ'iq 4/103 oleh az-Zamakhsyari.
3. Hasan.
Diriwayatkan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak 4/284 seraya mengatakan,
"Hadits ini shahih sesuai dengan syarat Muslim, tetapi keduanya tidak
meriwayatkannya." Dan disetujui oleh adz-Dzahabi, tetapi Syaikh al- Albani hanya
menyatakan hasan dalam Silsilah al-Ahâdits ash-Shahîhah
4/346.
4. HR. Muslim: 883, Ad-Daraquthni dalam al-Mu’talif wal Mukhtalif
2/962 dan Abu Awanah dalam Musnad-nya
1/334-335
SUMBER : www.ibnumajah.com
0 comments: